Selasa, 31 Mei 2011

KETERASINGAN PEMUDA DALAM WACANA KEPEMIMPINAN STRATEGIS BANGSA

Lokomotif reformasi yang membawa bangsa ini
menuju rel demokrasi hampir 10 tahun yang lalu
belum juga beranjak dari stasiun perbaikan kereta api, sehingga membuat gerbong-gerbong yang
berisikan penuh harapan bangsa atas perbaikan
kesejahteraan, hukum, sosial, politik, dan lain
sebagainya belum juga mencapai perberhentian
terakhir di stasiun, yaitu terciptanya apllikasi atas
harapan-harapan tersebut. Ironitas yang akhirnya tercipta, dinamika reformasi
total dan menyeluruh dibangsa ini malah bermuara
pada kelakuan bangsa yang lebih buruk dari rezim
sebelumnya, Korupsi, Kolusi, dan nepotisme semakin
menggila dan berjamaah, tingkat kemiskinan semakin
meningkat, tingkat pertumbuhan yang kurang dari 8%, seakan menjadi pembuktian dan pembenaran
atas gagalnya proses reformasi ini
Berbagai hal disinyalir menjadi penyebab terjadinya
stagnansi proses reformasi. Dan yang menjadi
popular kemudian adalah kegagalan kepemimpinan
nasional yang didominasi oleh orang tua dalam menciptakan National character building. Hal ini
dianalogikan karena masinis tua ini lebih
mendahulukan kereta-kereta bisnis dan eksekutif
yang penuh sesak oleh kepentingan asing dan
kepentingan golongan, sehingga menyebabkan
pemimpin-pemimpin tua negeri ini mengalami dislegitimasi dan lost position di mata juri politik
sebenarnya, yaitu RAKYAT.
Kegagalan pemimpin-pemimpin tua ini membuat
berbagai kalangan, termasuk kalangan muda berfikir
radikal. Mengganti kepemimpinan nasional untuk
ditempati oleh kaum muda radikal, revolusioner, dan menyeluruh. Peran kaum muda yang diwakili oleh
Mahasiswa dan pemuda berkali-kali ampuh
melakukan perubahan. Dalam state history, pemuda
1928 berhasil menggelorakan persatuan dan
kesatuan dalam semangat perubahan menuju
Indonesia Merdeka 100%. Bukti konstruktf lainnya adalah ketika kaum muda menculik Sukarno-Hatta
untuk memaksa mereka memproklamirkan bangsa
ini tanpa menunggu janji kemerdekaan yang akan
diberikan Jepang. Dan masih ingat perjuangan Arif
Rahman Hakim dan rekan-rekan muda lainnya dalam
menggulung rezim orde lama dan mengganti menjadi rezim orde baru pada pertengahan 1960an. Bukti
teraktual adalah pengawalan reformasi yang yang
menyebabkan runtuhnya orde baru. Hal itu juga
dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 1998 yang lalu.
Alasan lain yang menjadi pembenaran ilmiah adalah
karena pemuda masih tinggi nilai tawar idealis. Mereka masih belum terkontaminasi kepentingan
politik, golongan dan kepentingan asing, sehingga
diharapkan dapat meniggalkan kebijakan-kebijakan
yang pro kepada public dan masyarakat yang
termarginalkan.
Kontribusi-kontribusi itulah yang melatar belakangi alasan kenapa stagnansi reformasi hanya bisa di
pecahkan oleh pemuda dan mahasiswa sebagai
pemegang kepemimpinan strategis bangsa ini.
Tapi apakah sesederhana itu?? Apalagi isu ini
digulirkan ketika PEMILU 2009 tinggal dalam hitungan
hari!!Nilai politik yang dihembuskan sangat mendominasi, apalagi ketika UU Pemilu masih
menempatkan Partai Politik sebagai keran-keran
yang bisa menyalurkan bakal calon Pemimpin
bangsa. Maka jangan heran jika wacana ini hanya
parsial dan akan menjadi paradoks yang akan cepat
hilang, ya, karena wacana ini sarat dengan tendensi politik.
Mengapa wacana ini akan parsial dan akan menjadi
isu paradoksial??Karena kepemimpinan bangsa yang
tercipta dari proses instant dan karbitan hanya akan
bermuara pada sosok pemuda yang affirmative,
opportunis dan hipokrit, sehingga cita-cita pemimpin nasional yang kritis dan idealis akan menjadi utopia
saja..
Menarik apa yang dikatakan Yenni Wahid dalam talk
show salah satu radio di Jakarta. Ia mengatakan
bahwa pemuda saat ini belum siap untuk terjun
kedalam Pilpres 2009 nanti. Ini didasari bahwasanya Pilpres adalah Perang yang memerlukan cost politik
yang besar. Hal ini menjadi menjadi pembenaran
bahwa jika pemuda tanpa kemapanan karakter dan
ideology terjun kedalam perang politik hanya akan
melunturkan sifat idealis dan kritis dan menyebabkan
mereka hanya sebagai pengemis politik. Ini juga menjadi kritik bagi demokrasi Indonesia yang
menempatkan orang atau partai dengan dukungan
besar akan memakan keinginan minoritas, walaupun
hal tersebut terasa benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar